Jumat, 18 Mei 2012
Pemilihan Kepala Daerah dan Lahirnya Birokrasi Galau
Dalam pentas pemilihan kepala daerah setiap calon berusaha melipatgandakan kemampuan mereka dalam memenangkan pertarungan yang mereka
hadapi. Dalam usaha memenangkan pertarungan ini mereka akan memaksimalkan
sumber daya yang mereka miliki termasuk menentukan aktor-aktor yang akan
memainkan peran-peran tertentu dalam pentas politik pemilihan kepala daerah.
Aktor-aktor yang menjalankan peran dan fungsi politik dalam pentas yang
memperebutkan kekuasaan ini bisa berasal dari manapun, tidak terkecuali oleh
mereka yang berada pada lembaga pemerintah. Karena inti dari politik adalah
kekuasaan maka sudah barang jadi kalau penggunaan cara apapun dalam memenangkan
pertarungan pemilihan kepala daerah akan penuh dengan intrik.
Ketika seorang aktor berhasil
memenangkan kompetisi pertarungan dalam proses pemilihan kepala daerah maka hal
pertama yang dilakukan pasca kemenangan adalah pembentukan rezim dibawah
pemerintah berkuasa. Pembentukan rezim ini tentu dilakukan dengan merekrut
orang-orang birokrat untuk diposisikan pada bagian tertentu dalam rezim yang
akan dibentuk. Pembentukan rezim ini tentu mengharuskan untuk merekrut
orang-orang yang menjadi kawan dalam proses perebutan kekuasaan. Penempatan
yang direkrut berdasarkan kesepahaman dalam perjuangan maupun dalam mendukung
calon yang sama tentu mereka akan menggeser posisi pendahulu mereka yang
dukungannya kalah dalam proses pertarungan.
Karena dalam proses perekrutan dalam
mengisi jabatan dalam birokrasi yang menggunakan mekanisme kedekatan dan
bantuan politik dalam proses perebutan kekuasaan, maka dalam proses pemilihan
akan mempengaruhi kinerja birokrasi karena orang dalam birokrasi hanya berusaha
bagaimana mempertahankan posisi jabatan mereka. Dan untuk mempertahankan
jabatan ini maka tentunya mereka dalam memberikan dukungan adalah kepada calon
yang memiliki kekuatan dan kemungkinan untuk memenangkan proses pertarungan.
Tapi ketika dalam proses pemilihan diantara para calon memiliki kekuatan yang
hampir imbang, tentunya birokrasi dengan orientasi mereka mempertahankan posisi
jabatannya dengan memberikan dukungan kepada calon kuat akan menjadi galau.
Mereka akan mendukung dengan desakan keraguan dalam diri mereka atas
kemungkinan lolosnya calon dukungan mereka. Dalam posisi galau seperti ini
seringkali para birokrat ini cenderung munafik dan menampakan wajah kembarnya dengan
berusaha mendukung dua calon.
Posisi pegawai negeri dalam proses
pemilihan kepala daerah seolah sebuah bencana dan akan benar-benar menjadi
bencana ketika mereka diharuskan untuk mendukung calon incumbent yang dalam
kalkulasi politik peluang untuk memenangkan pertarungan sangat kecil. Sementara
pada sisi lain posisi incumbet berhak untuk memaksa dan mempolitisasi birokrasi
agar menjatuhkan dukungan dan pilihan mereka pada calon incumbent. Sebagai
atasan tentu posisi incumbent dengan senjata jabatan dan mutasi tentu akan
sangat efektif untuk menekan posisi birokrat untuk tunduk pada keinginannya.
Selain itu doktrin untuk selalu taat dan tunduk pada perintah atasan tentu
menjadi alat yang ampuh bagi posisi incumbent untuk memberikan tekanan-tekanan pada birokrasi.
Ketika ketaatan dan
ketundukan pada pimpinan menjadi senjata dalam mempolitiisir birokrasi pada sebuah
pemilihan, maka tidak ada pilihan lain bagi birokrat untuk melibatkan diri
membantu dan menyukseskan calon incumbent agar menduduki kembali kursi
kekuasaan yang kedua kali. Ketidak siapan birokrat dalam mendukung calon
incumbent maka pilihan hanya satu non job buat mereka. Pada titik ini birokrasi
benar-benar menjadi galau, antara mempertahankan netralitas mereka dalam
birokrasi dengan mempertahankan posisi dan jabatan yang mereka sebagai elit
dalam pemerintahan.
Malang, 18 Mei 2012
Batas Impian
Segala sesuatu pasti memiliki batas maksimal yang memungkinkan untuk
tidak terlewati. Batasan ini kemudian menjadi standar baku yang menjadi patokan
sesuatu. Dalam hal impianpun memiliki batasan, sebuah popata lama yang saya
sukai mengatakan bahwa langit adalah batasan impianmu, langit adalah batasan
dari sebuah cita-cita. Mungkin popatah ini terkesan lebay dan dibesar-besarkan.
Tapi saya sepakat dengan popatah ini, hal senada juga pernah diungkapkan pleh
seseorang yang mengatakan bahwa bercita-citalah setinggi bintang walaupun nanti
kamu tidak mencapai bintang tapi kemungkinan besar kamu akan jatuh di bulan.
Benar tidaknya ungkapan-ungkapan ini tergantung bagaimana kita melihatnya, tapi
buat saya sekalipun mereka tidak mencapai impian mereka yang mengangkasa tapi
saya tetap memberikan rasa hormat. Paling tidak mereka telah mencoba menaiki
tangga langit impian mereka dan mereka sudah tidak menetap di bumi.
Malang, 18 Mei 2012
Minggu, 13 Mei 2012
Netralitas Semu Birokrasi Dalam Proses Pemilihan Kepala Daerah.
Setiap perayaan pesta demokrasi
pemilihan kepala daerah, tentunya para calon pemeran serta dalam proses perebutan
jubah ritual kekuasaan akan selalu meningkatkan sumber daya yang mereka miliki
dalam upaya memenangkan pemilihan kepala daerah. Dalam usaha meningkatkan
kekuatan itu, selain mengefektifkan kinerja mesin partai, tentu para pemeran
serta dalam pemilihan kepala daerah akan melirik birokrasi sebagai salah satu
mesin yang akan digunakan dalam proses pemenangan pertarungan kursi kekuasaan.
Hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, mengingat birokrasi memiliki
kinerja organisasi yang hampir mirip dengan sistem kerja partai. Sehingga tidak
berlebihan ketika Weber mengungkapkan bahwa birokrasi adalah sebagai alat
kekuasaan bagi mereka yang menguasainya. Pendapat Weber ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Marx bahwa birokrasi merupakan instrumen yang
dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya
atas kelas-kelas sosial lainnya.
Merujuk pada pandangan Weber dan Marx diatas,
maka lalu birokrasi itu sendiri kemudian akan dijadikan sebagai alat kekuasaan
bagi mereka yang menguasainya. Alasan menjadikan birokrasi sebagai alat
kekuasaan bagi mereka yang menguasainya tentu menjadi alasan yang logis. Dimana
selama ini dalam sistem pemerintahan, yang paling dekat dengan masyarakat
sebagai pemilih (voter) adalah birokrasi. Kedekatan birokrasi dengan publik ini diamini
oleh Etzioni bahwa selama ini yang bersentuhan langsung dengan masyarakat
banyak adalah birokrasi. Dan kerja-kerja birokrasi selama ini adalah
diperuntukan buat publik sehingga birokrasilah yang paling dekat dengan masyarakat
pemilih sekaligus memenangkan hati para pemilih. Sejalan dengan Etzioni, Hegel
mengungkapkan bahwa birokrasi sebagai suatu jembatan yang menghubungkan antara
negara (pemerintah) dengan masyarakatnya. Kedekatan ini kemudian membuat
birokrat memiliki akses yang bagus kepada masyarakat pemilih,
kedekatan-kedekatan ini yang kemudian
dimanfaatkan oleh para calon dalam memperebutkan posisi kepala daerah.
Untuk menghindari masuknya birokrasi
dalam sistem politik, maka pemerintah membuat peraturan dimana dalam sistem politik
kita menerapkan faktor netralitas birokrasi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah langsung. Netralitas birokrasi ini telah diatur dalam surat Keputusan
Komisi Pemilihan Umum (SK KPU) No. 35 Tahun 2004. Dalam surat keputusan
tersebut melarang bagi setiap pejabat negara untuk membuat keputusan dan/atau
tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon yang
didasarkan pada pengaduan yang signifikan dan didukung bukti selama masa
kampanye. Aturan tentang netralitas birokrasi ini kemudian ditegaskan juga
dalam UU No, 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan ancaman pemberian sanksi bagi para pegawai yang yang
terlibat dalam kampanye sebagaimana yang tertuang dalam surat edaran MENPAN No.
SE/04/M.PAN/03/2004. Adanya aturan yang melarang birokrasi untuk terlibat dalam
politik bersifat mengikat yang harus dipatuhi oleh siapapun. Walaupun
aturan-aturan yang mengharuskan sikap nertalitas birokrasi dalam proses
pemilihan kepala daerah tapi peluang dilanggarnya aturan itu sangat besar.
Peluang dilanggarnya aturan tersebut tidak bisa ditahan ketika niat dalam
pemilihan kepala daerah didominasi oleh kepentingan hanya sekedar mengejar kekuasaan
itu sendiri dan bukan didasari oleh adanya niat yang luhur untuk benar-benar
melakukan pembangunan yang bisa memajukan masyarakat.
Dalam pendekatan transformasi ekonomi
terhadap politikpun tidak membiarkan
proses politik dalam pemilihan berjalan tanpa proses-proses pertukaran sebagaimana
metode pertukaran dalam ekonomi. Pelaku-pelaku dalam proses pertukan suara pada
pasar politik paling efektif dilakukan oleh birokrasi. Proses pertukaran
tersebut menjadi sangat efektif dilakukan oleh birokrasi karena selama ini
barang-barang publik sebagai alat transaksi politik dalam mendapatkan suara
pemilih disiapkan oleh para birokrat. Dimana barang-barang publik seperti
Bangunan sekolah, rumah sakit, jalan, dan lain sebagainya merupakat alat
transaksi politik yang cukup efektif dalam membeli suara para pemilih. Artinya
dalam pandangan ini uang bukanlah alat transaksi politik sebagaimana dalam
proses ekonomi murni. Kemampuan birokrasi dalam menyediakan barang-barang
publik yang benar-benar nilai manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat
tentu akan membuat masyarakat untuk mendengarkan keinginan birokrat. Mekanisme
pertukaran semacam ini adalah hal yang cukup rasional dalam sistem politik,
jadi ketika publik menjatuhkan pilihan mereka terhadap calon tertentu adalah
pilihan rasional buat masyarakat pemilih.
Selain masalah kedekatan antara
birokrat dengan masyarakat pemilih, ketiadaan mekanisme perekrutan jabatan
dalam birokrasi membuat para birokrat berusaha untuk memberikan bantuan
politiknya kepada calon tertentu dalam memperebutkan jubah ritual kekuasaan.
Karena hanya dengan cara seperti ini mereka juga bisa mempertahankan maupun
merebut posisi-posisi elit dalam sistem birokrasi. Walaupun para birokrat tidak
berusaha untuk merebut posisi elit dalam birokrasi tapi mereka akan tertarik
untuk ikut dalam permainan politik karena seringkali posisi dalam birokrat
ditentukan oleh hasil bargaining partai pendukung dalam proses pemilihan kepala
daerah. Sehingga jabatan elit birokrasi bukan lagi pemberian penguasa melalui
prosedur yang bijaksana dengan melihat kemampuan dan kecakapan, tapi jabatan-jabatan
tersebut merupakan hasil kompromi politis yang sudah tergadaikan sebelumnya
kepada para partai pengusung calon dalam pemilihan. Ketika permainan seperti
ini yang terjadi maka birokrat tidak akan nyaman dalam menjalankan rutinitasnya
karena mereka diintervensi oleh kekuatan politik yang menempatkan mereka pada
posisi elit dalam birokrasi. Model intervensi semacam ini yang kemudian
dikhawatirkan oleh Etzioni kalau akan menyebabkan sistem demokrasi tidak
berjalan.
Dalam sistem birokrasi saat ini memang
lemah dari sisi aturan, walaupun disatu sisi birokrasi dilarang berpolitik
namun pada sisi lain untuk mendapatkan jabatan dalam sistem birokrasi tidak
terlepas dari bantuan yang diberikan kepada para penguasa yang berhasil
menduduki jabatan. Jabatan dalam sistem birokrasi bukan jabatan yang didapatkan
karena dipilih sebagaimana jabatan politik yang lain seperti kepala daerah,
legislatif dan lain sebagainya. Tapi jabatan dalam birokrasi adalah jabatan
yang ditunjuk, sehingga mereka akan ditunjuk dan dipercayakan menduduki posisi
tertentu dalam birokrasi ketika ada bantuan mereka kepada penguasa terpilih,
baik dukungan materi maupun dukungan dalam politik. Pada titik ini akses
birokrasi akan terlibat dalam proses politik praktis karena ketiadaan aturan
dan mekanisme dalam perekrutan jabatan dalam sistem birokrasi yang ada saat
ini.
Kekuatan politik dalam mempengaruhi
mekanisme dalam birokrasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Persoalan
campurtangan politik dalam sistem birokrasi bukan hal baru, bahkan sebelumnya
sudah terjadi perdebatan tentang hal ini dimana ada argumen yang mengharuskan
adanya dikotomi antara politik dan birokrasi. Proses dikotomi ini tidak akan
pernah terjadi, mengingat jabatan kekuasaan diperoleh melalui mekanisme politik
karena yang menunjuk dan menentukan posisi dalam birokrasi ditentukan oleh
sistem politik. Ketika mekanisme politik memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan
mengangkat posisi dalam birokrasi maka dengan sendirinya sistem birokrasi itu
sendiri tunduk pada keinginan politik. Dalam hal ini politik dengan sendirinya
masuk dan mengepalai sistem birokrasi.
Malang, 13 Mei 2012
Selasa, 01 Mei 2012
Perjuangan Kaum Buruh
Marx dengan teorinya tentang ekonomi
politik menjadi seorang idiolog ketika partai buruh terbesar dunia dizamannya
meminta Marx untuk merancang program khusus untuk mereka. Kondisi ini kemudian
menjadikan pemikiran Marx menjadi ideologi perjuangan kaum buruh dunia. Menurut
Marx, sejarah kehidupan manusia ditentukan oleh materi yang kemudian muncul apa
yang disebut hak milik atas tanah sebagai modal dalam hidup. Pada ranah ini
materi merupakan alat tukar dan modal berupa tanah kemudian memunculkan
kelas-kelas dalam masyarakat yaitu kelas proletar dan kaum borjuis. Dalam
perjalanannya kelas borjuis berganti karakter menjadi kelas kapitalis dengan
munculnya revolusi industri, dimana pada tahap kapitalisme ini modal yang
dahulu berupa tanah, bibit, dan alatpertanian berganti dengan pabrik, dan mesin-mesin. Sejak itu berkuasalah kaum kapitalis di dunia sebaliknya kaum
proletar ganti karakter dari buruh tani menjadi buruh pabrik yang hakekatnya
sama-sama tertindas oleh kaum kapitalis.
Selama ini kaum buruh selalu
ditempatkan pada posisi yang sangat dirugikan. Mereka hanya menerima setiap
keputusan yang telah ditetapkan oleh atasan dimana mereka bekerja. Suara mereka
tidak pernah didengar, keinginan untuk hidup layak seolah tabuh buat mereka.
Penindasan terhadap kaum buruh telah berlangsung cukup lama. Sejak munculnya
sistem kapitalisme bukannya memberikan jalan keluar bagi selesainya eksploitasi
kaum buruh, malah sistem kapitalis menjadi nutrisi bagi maraknya eksploitasi
kaum buruh. Penindasan yang dilakukan oleh pemilik modal terhadap kaum buruh
kemudian menjadi bara perlawanan kaum buruh sendiri terhadap tuan mereka.
Penindasan terhadap kaum buruh ini tidak hanya terjadi di beberapa negara saja,
tetapi bentuk penindasan terhadap kaum buruh terjadi di hampir semua negara.
Banyak pejuang kaum buruh yang kemudian
bangkit melawan panindasan dan eksploitasi yang telah berlangsung berabad-abad
ini. Kisah perjuangan kaum buruh di indonesia mencatat nama Marsinah sebagai
pejuang buruh yang sangat menggemparkan. Marsinah menjadi pejuang kaum buruh
yang disegani, bahkan sepak terjangnya memperjuangkan kaum buruh pada upaya
pencapaian kesejahteraan nasib kaum buruh mengantarkannya pada kematian yang
hingga saat ini kematian Marsinah masih menyimpan sebuah tanda tanya besar.
Kematian marsinah tidak menghentikan perjuangan kaum buruh dalam menuntut hak
mereka untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Kematian Marsinah menjadi
api yang membara didalam dada kaum buruh untuk memperjuangkan apa yang menjadi
hak mereka. Karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau bukan kaum
itu sendiri yang mengubahnya maka perjuangan kaum buruh untuk memperoleh
hak-hak mereka adalah hal yang wajar ketika perjuangan itu menjadi pilihan
mereka.
Perjuangan
kaum buruh tidak akan berhenti dalam menuntut hak mereka tidak akan berlangsung
mulus. Mereka dihadapkan oleh perlawanan terselubung para pemilik modal yang
mengokohkan proses eksploitasi dan penghisapan atas kaum buruh. Para pemilik
modal dalam melakukan perjuangan mereka, mereka berusaha melegalkan proses
eksploitasi mereka dengan melakukan intervensi maupun melakukan proses jual
beli pasal. Dengan melakukan kongkalingkong dengan para pembuat regulasi,
proses penghisapan kaum pemodal terhadap kaum buruh menjadi legal karena
dukungan regulasi. Proses kongkalingkong seperti ini yang tidak diramalkan oleh
Marx, sehingga ramalannya yang melihat bahwa proses kapitalisme akan hancur
dengan sendirinya menjadi gugur karena kelangsungan sistem kapitalisme hingga
saat ini adalah kemampuan sistem kapitalisme untuk berubah seiring kemajuan
zaman seperti yang diungkapkan oleh Lenin bahwa kapitalisme sangat luwes dan pintar, bisa
berkelit dengan sukses mencegah kebangkrutannya. Selanjutnya Lenin melahirkan
teori imperialism yaitu konsep penjajahan yang dilakukan negara –negara
kapitalis terhadap negara-negara berkembang. Kapitalis tidak bangkrut karena ia
melakukan imprealisme (neokolonialisme) ke negara berkembang hingga memberikan
keuntungan baginya berupa, perluasan dan penciptaan pasar baru, memperoleh
sumber bahan mentah baru dan murah, memperoleh buruh dengan pembayaran upah
murah, dan memindahkan konflik buruh kapitalis ke daerah-daerah jajahan.
Ketika
sebuah rezim sudah tidak peduli dan tidak lagi memperjuangkan nasib kaum buruh,
maka nasib kaum buruh harus diperjuangkan oleh mereka. Keputusan berada
ditangan kaum buruh sendiri, apakah mereka akan merebut kesejahteraan dan
keadilan mereka sendiri dari cengkeraman kaum kapitalis ataukah diam dalam
keterpasungan atas penindasan yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Berdiam diri
dan tunduk menjadi budak kaum kapitalis tidak akan membuat nasib kaum buruh
menjadi lebih baik. Sejatinya kaum buruh harus terus memperjuangkan nasibnya
agar setara dengan kehidupan manusia lainnya. Untuk itu kaum buruh harus
bangkit memperjuangkan pemerdekaan kaum buruh dari penindasan kaum kapitalis.
Selamat hari Buruh Internasional....
Malang, 01 Mei 2012
Rentaro Taki, Jenius Muda Yang Tidak Pernah Mati
Dalam persoalan seni musik kita hanya mendengarkan sesuatu yang dianggap enjoy untuk sekedar
dinikmati tanpa memahami makna dalam setiap apa yang didengarkan. Ini adalah
kesalahan yang paling sering dilakukan oleh siapapun, karena ketidak mampuan dalam memahami pesan yang disampaikan dalam musik akan memudarkan kesan
dari musik itu sendiri. Seorang musisi hebat tidak pernah menciptakan
untaian notasi balok yang memukau tanpa melakukan penelusuran panjang
kisah-kisah yang kelak akan mewarnai setiap notasi pada baris bar musik yang mereka ingin
ciptakan.
Rentaro Taki dalam menciptakan lagu kojo no tsuki tidak serta merta nada yang ia hasilkan keluar begitu saja tanpa ada sentilan kisah yang melatar belakangi tatanan nada yang ia ciptakan. Lagu yang ia tetaskan pada baris bar notasi musik sangat di inspirasi oleh reruntuhan kastil Okajyo. Kepedihan Rentar dalam melihat puing-puing kastil Okajyo telah benar-benar membangkitkan ruang seni dalam dirinya yang kemudian mencoba mengubah puing-puing kastil Okajyo menjadi bait lagu yang sangat mempengaruhi masyarakat Jepang.
Rentaro Taki dalam menciptakan lagu kojo no tsuki tidak serta merta nada yang ia hasilkan keluar begitu saja tanpa ada sentilan kisah yang melatar belakangi tatanan nada yang ia ciptakan. Lagu yang ia tetaskan pada baris bar notasi musik sangat di inspirasi oleh reruntuhan kastil Okajyo. Kepedihan Rentar dalam melihat puing-puing kastil Okajyo telah benar-benar membangkitkan ruang seni dalam dirinya yang kemudian mencoba mengubah puing-puing kastil Okajyo menjadi bait lagu yang sangat mempengaruhi masyarakat Jepang.
Walaupun karya yang lahir dari Rentaro tidak sebanyak yang dilahirkan oleh kitaro tapi Rentaro telah mewariskan sebuah lagu yang tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat jepang. Meskipun Rentaro Taki meninggal pada usia muda 24 tahun, tapi ia meninggalkan salah satu lagu yang paling dicintai oleh masyarakat Jepang Begitu berpengaruhnya lagu ini hingga dizaman perjuangan, untuk menghibur dan membangkitkan semangat tentara jepang, para pembesar militer saat itu sering kali menyewa artis papan atas jepang dizamannya hanya untuk menyanyikan karya Rentaro.
Secara umum lagu ini mengisahkan tentang kondisi dimana Kastil Okajyo sebelum
menjadi reruntuhan. Tapi dalam lagu ini menggambarkan suasana kesibukan dalam kastil
Okajyo yang sangat berkesan. Dimana kesannya begitu melekat saat aktifitas
dalam kastil disandingkan dengan suasana malam dimusim semi. Rentaro
menggambarkan dengan jernih hingga pesta bunga yang diadakan pada menara tidak
luput dalam syair lagunya. Tidak hanya kegiatan pesta dalam kastil yang
dikisahkan dengan jelas tapi saat bulan yang merangkak dari atas pinus tua.
Gambaran-gambaran ini kemudian ditransmutasikan oleh Rentaro dengan zaman
dimana ia berada. Yang kemudian dalam syairnya mempertanyakan tentang
kebahagiaan masa lalu yang telah sirna, “tapi sekarang dimanakah kecerahan hari
lampau”.
Kecerahan masa silam yang digambarkan oleh Rentaro memudar oleh sinar bulan yang memacar dari setiap pedang yang terhunus. Pertikaian dalam kastil yang digambarkan oleh rentaro telah mewariskan kisah, dan kastil Okajyo telah membuat sejarahnya sendiri. Dalam lantunan nada ¼ yang dibuat oleh Rentaro, kisah kehidupan masa silam dalam kastil Okajyo tetap hidup dalam hati masyarakat Jepang hingga saat ini. Rentaro sang jenius muda tidak akan pernah mati, tapi dia akan terus hidup dalam melodi ingatan setiap orang Jepang...
Kecerahan masa silam yang digambarkan oleh Rentaro memudar oleh sinar bulan yang memacar dari setiap pedang yang terhunus. Pertikaian dalam kastil yang digambarkan oleh rentaro telah mewariskan kisah, dan kastil Okajyo telah membuat sejarahnya sendiri. Dalam lantunan nada ¼ yang dibuat oleh Rentaro, kisah kehidupan masa silam dalam kastil Okajyo tetap hidup dalam hati masyarakat Jepang hingga saat ini. Rentaro sang jenius muda tidak akan pernah mati, tapi dia akan terus hidup dalam melodi ingatan setiap orang Jepang...
Malang,
27 Maret 2012