Gambar by niamchomsky.wordpress.com
Dalam setiap ada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,
maka pertanyaan yang sering muncul adalah siapa yang diuntungkan dan siapa yang
dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut. Mengenai hal ini, Lindblom
mengungkapkan bahwa setiap pembuatan kebijakan ada kelompok yang dirugikan dan
ada kelompok yang diuntungkan dengan adanya kebijakan tersebut. Karena kondisi
ini maka seorang policy maker dalam menyusun sebuah konsep kebijakan harus
mempertimbangkan sisi politis kepentingan kelompok-kelompok yang akan
dipengaruhi dengan lahirnya kebijakan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut
diatas, Wahab dan Islamy mengungkapkan bahwa seorang policy maker tidak cukup
hanya memahami ilmu kebijakan publik saja, tapi seorang policy maker harus
memiliki kecakapan politik sehingga dalam setiap kebijakan yang dihasilkan
seorang policy maker mengetahui dengan jelas siapa siapa yang akan membeli
kebijakan tersebut dan siapa yang akan menjual. Serta dengan harga bagaimana
kebijakan tersebut dijual agar bisa laku.
Karena banyaknya kelompok yang berkepentingan terhadap
kebijakan, maka kebijakan publik itu harus dipahami sebagai arena pertarungan (an arena of struggle) kepentingan maupun
dipahami sebagai peristiwa sosial (social
event) tempat dimana sekumpulan orang yang berangkat dari latar belakang sosial
yang berbeda dan pandangan yang berbeda berkompetisi dalam sebuah pentas untuk memperjuangkan
kepentingan-kepentingan mereka. Dalam pentas semacam ini setiap aktor dengan
strategi masing-masing berusaha memenangkan pertarungan-pertarungan mereka
dengan memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki. Dilihat dari sudut pandang
seorang analis kebijakan, ini berarti bahwa agar kita bisa memahami bagaimana
aktor-aktor itu memandang sesuatu dan strategi-strategi apa yang mereka
kembangkan maka harus dijelaskan dalam konteks yang lebih luas agar proses
keakuratan dalam analisa lebih terpercaya.
Pendekatan peristiwa sosial ini terkadang menyeret mereka
yang tidak berkempentingan, tidak jarang para aktor kunci dalam peristiwa
sosial ini menyeret aktor-aktor baru yang semula mereka hanya menjadi sekedar
penonton yang berada dipinggir arena. Para penonton yang berada dipinggir arena
ini bisa terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang pada kondisi sosial
tertentu merasa terbujuk untuk memasuki arena pertarungan. Para pemain dalam
proses kebijakan ini tidak hanya berada pada pertarungan secara terang-terangan
tapi ada juga aktor tertentu yang hanya menjadi penunggang gelap dalam proses
kebijakan.
Masing-masinga aktor dalam kebijakan tentu memiliki
motif, kebutuhan, harapan, dorongan, tujuan atau sasaran tertentu yang
menggerakannya dalam mengartikulasikan dan memperjuangkan preferensi
kebijakannya atau dalam merespon preferensi kebijakan dari aktor lain. Dalam
proses analisa kebijakan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan ini akan
memunculkan persoalan lain, dimana pendekatan kebutuhan ini sifatnya akan
terlampau mempribadi karena pada dasarnya motivasi ini bukan hanya menyangkut
persoalan individu, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
Namun
ada hal yang perlu disadari berkaitan dengan faktor motivasi dari aktor tertentu
akan menentukan seberapa besar nilai yang harus dibayar oleh aktor yang lain
demi mendapatkan dukungan politik yang diberikan. Dalam hubungan ini, seorang
analis betapapun sulitnya, hendaknya bisa menyingkapkan aspek motivasi ini,
baik yang terselubung maupun yang terang-terangan. Proses pengungkapan ini
sangat penting dalam analisis untuk mengetahui aktor mana yang bersedia menjual
dan aktor mana yang sekiranya akan bersedia membeli, dan lewat mekanisme apa dan
dengan harga politik berapa.
Malang, 08 Januari 2012