Beberapa saat lalu saat mengikuti
paparan dari menteri pertanian dalam kuliah umum di Universitas brawijaya saya
terkejut saat mendengar bahwa jumlah penduduk dunia sekitar 9 miliar lebih.
Banyaknya penduduk ini jelas akan membutuhkan wilayah pemukiman dalam setiap
negara. Dan setiap tahun banyak pemukiman-pemukiman baru yang dibuat untuk
menampung peningkatan jumlah penduduk. Hal ini tentu menjadi sebuah persoalan
baru bagi dunia pertanian maupun perkebunan bagi wilayah atau negara yang
memiliki wilayah yang kecil. Kondisi ini akan membuat mereka untuk mencari
wilayah baru sebagai lahan untuk mereka. Yang paling eksis dalam ekspansi
pencarian lahan ini adalah investor yang berusaha dalam bidang pertanian dan perkebunan.
Untuk mempertahankan bisnis mereka
para pengusaha ini berusaha mencari wilayah baru sebagai ekspansi untuk
mempertahankan bisnis mereka. Proses ekspansi usaha ini membuat banyak investor
yang menanamkan modal mereka pada negara lain, baik dengan cara bekerja sama
dengan pemerintah maupun mendanai pengusaha lokal. Pengusaha yang banyak
mencaplok wilayah ini adalah pengusaha yang bergerak dalam bidang kelapa sawit.
Menurut sebuah informasi bahwa salah satu pengusaha terkaya adalah pengusaha
kelapa sawit. Buton Utara sebagai daerah yang subur tentu tidak lepas dari sistem
ini, sehingga beberapa waktu lalu salah satu perusahaan mengemukakan keinginan
mereka untuk berinvestasi di buton utara.
Masuknya investor perkebunan sawit di
Buton Utara, mendapat restu dari Bupati Buton Utara bahkan Gubernur Sulawesi
Tenggara pun merestui masuknya investor ini sebagaimana yang ditulis oleh
Kendari Pelita bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, menilai
Kabupalen Buton Utara (Butur) sangat cocok dijadikan sentra pengembangan
perkebunan kelapa sawit terbesar di Sultra. "Butur memiliki lahan
potensial yang cukup luas untuk kawasan perkebunan rakyat sehingga wajar bila
ada investor nasional melirik daerah itu untuk menjadi kawasan perkebunan sawit
terbesar selain di Kabupaten Kolaka dan Konawe Utara. Lebih lanjut Gubernur
Sultra Nur Alam mengharapkan Pemkab Butur agar dapat memberikan kemudahan dan
fasiltas yang memadai bagi perusahaan yang mengembangkan perkebunan sawit tanpa
merisaukan masyarakat (Kendari. Pelita 16 Jan 2010).
Dalam hal perkebunan kelapa sawit ini
sebaiknya Bupati Butur dan Gubernur tidak perlu tergesa-gesa memberikan dukungan
kepada para pengusaha sawit yang ingin berinvestasi di Butur. Yang penting
bukanlah memberikan dukungan kepada para pengusaha tapi bagaimana pemerintah
merumuskan kebijakan yang akan melindungi penduduk lokal sebagai petani dari
hasrat rakus para pengusaha. Tidak ada dan lemahnya peraturan yang melindungi
masyarakat maka secara otomatis kekosongan aturan ini akan melahirkan praktik
eksploitasi dan marginalisasi perusahaan terhadap petani.
Dari beberapa literatur mengungkapkan
bahwa perilaku pengusaha swasta ini hanya merugikan masyakat kecil. Program berpola
Inti-Plasma yang dikembangkan beberapa waktu lalu hanya meciptakan
komprador-komprador lokal dan membuat lahirnya kapitalisme erzat. Salah satu
persoalan dalam pengembangan pola inti-plasma ini adalah menempatkan para
petani lokal hanya menjadi pengambil harga, artinya petani tidak terlibat dalam
hal penentuan harga sehingga petani hanya menurut terhadap keputusan yang telah
ditentukan oleh perusahaan. Dalam hal ini posisi petani hanya sebagai inferior
bukannya superior, kondisi ini hanya akan menjadikan perusahaan lebih menekan
para petani. Selain itu pemerintah juga tidak bisa mengintervensi perusahaan
maupun mengarahkan perusahaan diluar aturan yang telah disepakati. Justeru yang
sering terjadi adalah pemerintah dan pengusaha hanya berusaha memenuhi
keinginan pangsa pasar bukannya berpihak kepada petani.
Yang
lebih berbahaya adalah ketika pemerintah terlalu jauh mencampuri persoalan
pasar, karena persoalan ini akan melahirkan para birokrat pemburu rente. Dimana
dalam pandangan pemburu rente ini mengungkapkan bahwa birokrat bukanlah aktor
yang baik hati dan pemaksimasi kesejahteraan rakyat tapi mereka sangat
dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan kelompoknya. Merujuk pada konsep
pemburu rente ini maka pemerintah atau birokrat hanya akan mejadikan kekuasaan
mereka untuk menekan perusahaan dengan alasan kepentingan daerah. Kemudian
perusahaan akan mengeksploitasi petani untuk memperbesar pendapatan untuk
disumbangkan kepada penguasa. Kalau kita memusatkan pada pertanyaan siapa yang
diuntungkan dan siapa yang dirugikan dalam perkebunan sawit berpola inti plasma
ini, maka pemerintah dan swasta berada pada posisi yang diuntungkan sedangkan
petani berada pada pihak yang dirugikan.
Malang, 16 September 2011
Gang 19 Kav. 7/7