Peran perempuan selama ini
memiliki batasan, perempuan diposisikan sebagai warga kelas dua yang memiliki
peran sangat terbatas. Ada anggapan kolektif masyarakat yang menilai bahwa
perempuan adalah kaum lemah sehingga peran-peran mereka dibatasi dan dimonopoli
oleh kaum pria. Perempuan diposisikan sebagai individu yang hanya melayani
kebutuhan kaum pria. Anggapan ini juga yang membuat kebanyakan perempuan tidak
mau terlibat dalam kegatan-kegiatan lain. Posisi perempuan yang tidak
menadapatkan posisi terhormat dalam kehidupan yang selalu kalah dengan dominasi
laki-laki adalah tradisi purba yang kekal hingga saat ini. Pelaksanaan kegiatan
di Desa, keterlibatan perempuan masih terbilang masih sedikit karena hanya
beberapa orang yang biasa hadir dalam kegiatan musyawarah di Desa. Kalaupun
hadir mereka juga kebanyakan hanya menjadi pendengar.
Banyak kasus yang menempatkan
perempuan pada sisi yang tidak dihargai. Cukup banyak masalah yang dihadapi
oleh perempuan. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual, pelecehan
terhadap perempuan. Kasus kekerasan seksual atau pelecehan terhadap perempuan
tidak hanya terjadi dikota-kota besar tetapi saat ini Desa juga banyak
kasus-kasus kekerasan seksual maupun pelecehan seksual terhadap perempuan. Didunia
kerja, distribusi jabatan manager pada perempuan hanya berada di angka 30,63
persen sedangkan laki-laki diposisi 69,37 persen. Persentase kursi parlemen untuk
perempuan juga masih jauh meski Undang-Undang sudah memberi ruang hingga 30
persen keterlibatan perempuan.
Kementerian Desa PDTT pada 11 November 2020 melakukan deklarasi
peningkatan keterlibatan perempuan melalui Desa Ramah perempuan. Deklarasi
peningatan keterlibatan perempuan melalui Desa ramah perempuan merupakan angin
segar bagi kaum perempuan yang selama ini mereka termarginalkan. Kegiatan
tersebut mengurangi dominasi kaum laki-laki dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan di Desa. Deklarasi peningkatan keterlibatan perempuan melalui Desa
ramah perempuan patut mendapatkan apresiasi. Program ini adalah sebuah
terobosan yang menempatkan posisi perempuan menjadi lebih terhormat.
Deklarasi Peningkatan
Keterlibatan Perempuan Melalui Desa Ramah Perempuan merupakan kerja sama antara
kementrian Desa PDTT dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak. Sebagai bentuk komitmen Gus Menteri untuk menempatkan posisi perempuan
menjadi lebih terhormat, Gus Menteri memasukan program Desa ramah perempuan
dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan, yang
akan menjadi role model pembangunan Desa.
Program Desa Ramah Perempuan
mendapatkan apresiasi tidak hanya pada beberapa organisasi perempuan tetapi
juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah Australia yang diwakili oleh
kedutaan Australia di Indonesia dan United Nations Development Programe (UNDP).
UNDP merupakan badan program pembangunan PBB. Program Desa Ramah Perempuan
patut mendapatkan apresiasi dari seluruh masyarakat Indonesia dan program
tersebut harus bisa terlaksana dengan baik di Desa sehingga posisi perempuan di
Desa tidak lagi sebagai warga kelas dua tetapi posisi sosialnya di masyarakat
sama dengan kaum laki-laki.
Untk menjamin terlaksananya
program Desa ramah perempuan di Desa, Desa wajib melibatkan masyarakat dalam
pembangunan Desa. Kehadiran dan keterlibatan perempuan dalam musyawarah Desa
paling tidak mencapai 30 persen. Keterwakilan perempuan dalam kelembagaan Desa,
apakah sebagai aparat Desa, pengurus BUMDes, anggota BPD, Anggota LPM maupun
lembaga seperti pos pelayanan teknologi tepat guna harus mempertimbangkan
keterwakilan perempuan paling tidak 3o persen. Selama ini posisi perempuan di
lembaga yang ada di Desa masih sedikit karena semua di dominasi oleh kaum
laki-laki. Dengan adanya program Desa ramah perempuan kita berharap pelecehan
terhadap perempuan bisa diminimalisir dan penempatan posisi pada kelembagaan
Desa juga sudah ada keterwakilan perempuan 30 persen.
Sara,ea 11 November 2020