Seiring dengan perkembangan zaman
sistem pemerintahan telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan ini
adalah proses pencarian formula yang tepat untuk melakukan sistem pemerintahan
yang tepat. Dulu terkenal dengan istilah government, governance hingga saat ini
menjadi good governance. Istilah government menyimpan berbagai kelemahan dalam
sistem pemerintahan, dalam goverment pemerintah berkuasa sepenuhnya. Kelemahan
ini kemudian di ubah menjadi istilah governance namun sistem governance
kemudian dianggap kurang bagus karena pemerintah dan swasta cenderung
mengeksploitasi masyarakat. Hingga kemudian sistem pemerintahan berubah menjadi
good governance. Good governance ini mengusung semangat reformasi dengan
menempatkan masyarakat sebagai pilar utama pemerintahan daerah.
Good governance ini kemudian dianggap
sebagai sebuah formula yang dianggap mampu memberi warna pada pemerintahan.
Dimana dalam good governance ini menyatukan tiga komponen yang dalam sistem
pemerintahan government maupun governance tidak pernah berpikir tentang
tiga komponen ini. Konsep good
governance menganggap bahwa dalam pemerintahan harusnya melibatkan tiga komponen. Karena dengan melibatkan ketiga komponen ini
pembangunan diharapkan bisa berjalan dengan baik. Kalau hanya dua komponen yang
berjalan dalam proses pembangunan, yaitu pemerintah dan swasta yang akan
terjadi adalah eksploitasi terhadap cipil society. Sehingga dengan terlibatnya
ketiga komponen ini ada proses evaluasi dan kontrol dalam proses pemerintahan
dan pembangunan. Namun kerja sama ketiga komponen dalam good governance
seringkali diabaikan oleh pemerintah, yang paling sering terjadi dalam proses
pembangunan adalah melibatkan dua komponen saja, yaitu pemerintah dan swasta.
Masyarakat atau civil society hanyalah pihak yang tereksploitasi oleh kepentingan
pihak pemerintah dan swasta.
Sebagai contoh dalam kasus pengabaian
cipil society dalam sistim pemerintahan sangat jelas pada beberapa kasus yang
terjadi di Buton Utara. Dalam pembangunan pemerintah cenderung arogan dalam
melaksanakan pembangunan. Tanpa sosialisasi pihak pemerintah menggusur lahan
masyarakat untuk pembangunan jalan raya. Pada hal dalam aturan undang-undang
agraria, satu tahun sebelum penggusuran sudah harus diadakan sosialisasi
terlebih dahulu. Tanpa ada pemberitahuan, para kontraktor sebagai pemenang
tender dan pelaksana proyek langsung mengadakan penggusuran terhadap kebun yang selama ini menjadi sumber
pencaharian masyarakat buton utara. Pada kasus lain ada rencana pemindahan
masyarakat lantagi. Pemindahan ini demi kepentingan pemerintah dalam
pembangunan bandara di Kabupaten Buton Utara. Namun pembangunan bandara ini
sangat merugikan masyarakat. Tanah masyarakat berdasarkan data NJOP Propinsi
Sultra permeter tanah masyarakat hanya dihargai sekitar Rp. 5.500 pada posisi
tertinggi, sementara harga terendah berada dikisaran Rp. 1.700. Sangat jelas kalau
keputusan ini sangat merugikan masyarakat. Bagaimana mungkin pemerintah
mengentaskan kemiskinan kalau pada sisi lain masyarakat justeru dimiskinkan.
Hal tersebut diatas tentu sangat
berbeda dengan apa yang tertuang dalam profil Buton Utara tahun 2010, dimana
pendekatan pembangunan pada poin satu adalah menanggulangi kemiskinan dan
kelaparan. Tapi pada sisi lain masyarakat justeru dijadikan pihak yang
dieksploitasi oleh pemerintah. Kalau pemerintah sungguh-sungguh ingin
menanggulangi kemiskinan harusnya tidak hanya sebatas layanan bibir atau hanya
sebatas hiasan profil yang tertuang dalam rencana isu dan agenda pembangunan
tapi pemerintah benar-benar menerapkan apa yang sudah menjadi program kegiatan
pemerintah sendiri.
Karena masyarakat sebagai unsur
penting dalam konsep good governance maka partisipasi masyarakat harus
benar-benar dilibatkan termasuk dalam penentuan harga tanah mereka. Dengan
pelibatan masyarakat dalam pembangunan paling tidak masyarakat merasa bahwa
mereka memiliki Buton Utara. Mereka akan menjadi tameng ketika pemerintah di
lecehkan karena mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari pemerintah Buton
Utara. Tidak seperti yang terjadi pada saat terjadi kasus pembakaran beberapa waktu
lalu. Masyarakat dengan acuh mengatakan kenapa saya harus turut campur dalam
persoalan seperti itu, apa yang saya dapatkan, harusnya kontraktor yang maju, disini
seolah-olah Buton Utara adalah milik pemerintah dan kontraktor saja. Saya kira
ini adalah bentuk jawaban yang disebabkan oleh tidak adanya rasa memiliki
seperti yang dibahasakan diatas.
Bukit Sara'ea yang dijadikan sebagai kompleks perkantoran
Kabupaten Buton Utara
Dalam administrasi pembangunan, Korten menyatakan betapa pentingnya
partisipasi dalam berbagai proses pembangunan sehingga pembangunan dapat
dijalankan untuk meningkatkan martabat manusia sebagaimana tertuang dalam
gagasan dasarnya people centered development. People centered development
ini juga telah diadopsi oleh pemerintah Buton Utara sebagaimana yang tertuang
dalam profil Kabupaten Buton Utara tahun 2010 halaman 12, dimana didalamnya
memuat produktifitas, ekuitas, kesinambungan dan pemberdayaan. Dengan
melibatkan masyarakat dalam pembangunan paling tidak ada dua fungsi penting
dalam pelibatan ini. Pertama, sebagai sarana swaedukasi kepada masyarakat
mengenai persoalan publik. Dalam fungsi ini partisipasi masyarakat tidak akan
mengancam stabilitas politik. Kedua, sebagai sarana untuk menampilkan
keseimbangan kekuasaan antara masyarakat dan pemerintah kepentingan dan
pengetahuan masyarakat dapat terserap dalam agenda pemerintahan.
Good
governance sepertinya masih sebatas wacana untuk wilayah Buton Utara, good
governance belum benar-benar menjadi acuan dalam pelaksanaan pemerintahan. Good
governance masih sebatas permainan dan retorika penguasa. Partisipasi publik
masih sebatas musrembang dan hasil keputusan musrembang tidak sepenuhnya bisa
diwujudkan oleh pemerintah. Mengutip hasil kajian dari Syamsuddin Haris 2001,
Harjosoekarto mengungkapkan bahwa peluang penyalahgunaan kekuasaan oleh elit
lokal terbuka lebar karena ketiadaan mekanisme konstitusional bagi masyarakat
untuk ikut mengawasi jalannya pemerintahan lokal. Merujuk pada apa yang diungkapkan oleh Harjosoekarto saya sepakat kalau penyalahgunaan kekuasaan oleh elit lokal terbuka lebar termasuk di Buton Utara masih ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kekuasaan.
Malang, 24 Desember 2011