Selamat Datang

Mencoba Melukis Makna Dalam Deretan Aksara

Jumat, 18 Mei 2012

Sekedar Renungan


Barangsiapa tidak mau merasakan pahitnya belajar, Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya [Imam Syafi'i]

Pemilihan Kepala Daerah dan Lahirnya Birokrasi Galau



Dalam pentas pemilihan kepala daerah    setiap calon berusaha melipatgandakan kemampuan mereka dalam memenangkan pertarungan yang mereka hadapi. Dalam usaha memenangkan pertarungan ini mereka akan memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki termasuk menentukan aktor-aktor yang akan memainkan peran-peran tertentu dalam pentas politik pemilihan kepala daerah. Aktor-aktor yang menjalankan peran dan fungsi politik dalam pentas yang memperebutkan kekuasaan ini bisa berasal dari manapun, tidak terkecuali oleh mereka yang berada pada lembaga pemerintah. Karena inti dari politik adalah kekuasaan maka sudah barang jadi kalau penggunaan cara apapun dalam memenangkan pertarungan pemilihan kepala daerah akan penuh dengan intrik.

Ketika seorang aktor berhasil memenangkan kompetisi pertarungan dalam proses pemilihan kepala daerah maka hal pertama yang dilakukan pasca kemenangan adalah pembentukan rezim dibawah pemerintah berkuasa. Pembentukan rezim ini tentu dilakukan dengan merekrut orang-orang birokrat untuk diposisikan pada bagian tertentu dalam rezim yang akan dibentuk. Pembentukan rezim ini tentu mengharuskan untuk merekrut orang-orang yang menjadi kawan dalam proses perebutan kekuasaan. Penempatan yang direkrut berdasarkan kesepahaman dalam perjuangan maupun dalam mendukung calon yang sama tentu mereka akan menggeser posisi pendahulu mereka yang dukungannya kalah dalam proses pertarungan.

Karena dalam proses perekrutan dalam mengisi jabatan dalam birokrasi yang menggunakan mekanisme kedekatan dan bantuan politik dalam proses perebutan kekuasaan, maka dalam proses pemilihan akan mempengaruhi kinerja birokrasi karena orang dalam birokrasi hanya berusaha bagaimana mempertahankan posisi jabatan mereka. Dan untuk mempertahankan jabatan ini maka tentunya mereka dalam memberikan dukungan adalah kepada calon yang memiliki kekuatan dan kemungkinan untuk memenangkan proses pertarungan. Tapi ketika dalam proses pemilihan diantara para calon memiliki kekuatan yang hampir imbang, tentunya birokrasi dengan orientasi mereka mempertahankan posisi jabatannya dengan memberikan dukungan kepada calon kuat akan menjadi galau. Mereka akan mendukung dengan desakan keraguan dalam diri mereka atas kemungkinan lolosnya calon dukungan mereka. Dalam posisi galau seperti ini seringkali para birokrat ini cenderung munafik dan menampakan wajah kembarnya dengan berusaha mendukung dua calon.

Posisi pegawai negeri dalam proses pemilihan kepala daerah seolah sebuah bencana dan akan benar-benar menjadi bencana ketika mereka diharuskan untuk mendukung calon incumbent yang dalam kalkulasi politik peluang untuk memenangkan pertarungan sangat kecil. Sementara pada sisi lain posisi incumbet berhak untuk memaksa dan mempolitisasi birokrasi agar menjatuhkan dukungan dan pilihan mereka pada calon incumbent. Sebagai atasan tentu posisi incumbent dengan senjata jabatan dan mutasi tentu akan sangat efektif untuk menekan posisi birokrat untuk tunduk pada keinginannya. Selain itu doktrin untuk selalu taat dan tunduk pada perintah atasan tentu menjadi alat yang ampuh bagi posisi incumbent untuk memberikan tekanan-tekanan pada birokrasi.


Ketika ketaatan dan ketundukan pada pimpinan menjadi senjata dalam mempolitiisir birokrasi pada sebuah pemilihan, maka tidak ada pilihan lain bagi birokrat untuk melibatkan diri membantu dan menyukseskan calon incumbent agar menduduki kembali kursi kekuasaan yang kedua kali. Ketidak siapan birokrat dalam mendukung calon incumbent maka pilihan hanya satu non job buat mereka. Pada titik ini birokrasi benar-benar menjadi galau, antara mempertahankan netralitas mereka dalam birokrasi dengan mempertahankan posisi dan jabatan yang mereka sebagai elit dalam pemerintahan.


Malang, 18 Mei 2012

Batas Impian

Segala sesuatu pasti memiliki batas maksimal yang memungkinkan untuk tidak terlewati. Batasan ini kemudian menjadi standar baku yang menjadi patokan sesuatu. Dalam hal impianpun memiliki batasan, sebuah popata lama yang saya sukai mengatakan bahwa langit adalah batasan impianmu, langit adalah batasan dari sebuah cita-cita. Mungkin popatah ini terkesan lebay dan dibesar-besarkan. Tapi saya sepakat dengan popatah ini, hal senada juga pernah diungkapkan pleh seseorang yang mengatakan bahwa bercita-citalah setinggi bintang walaupun nanti kamu tidak mencapai bintang tapi kemungkinan besar kamu akan jatuh di bulan. Benar tidaknya ungkapan-ungkapan ini tergantung bagaimana kita melihatnya, tapi buat saya sekalipun mereka tidak mencapai impian mereka yang mengangkasa tapi saya tetap memberikan rasa hormat. Paling tidak mereka telah mencoba menaiki tangga langit impian mereka dan mereka sudah tidak menetap di bumi.


Malang, 18 Mei 2012

Minggu, 13 Mei 2012

Netralitas Semu Birokrasi Dalam Proses Pemilihan Kepala Daerah.


Setiap perayaan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah, tentunya para calon pemeran serta dalam proses perebutan jubah ritual kekuasaan akan selalu meningkatkan sumber daya yang mereka miliki dalam upaya memenangkan pemilihan kepala daerah. Dalam usaha meningkatkan kekuatan itu, selain mengefektifkan kinerja mesin partai, tentu para pemeran serta dalam pemilihan kepala daerah akan melirik birokrasi sebagai salah satu mesin yang akan digunakan dalam proses pemenangan pertarungan kursi kekuasaan. Hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, mengingat birokrasi memiliki kinerja organisasi yang hampir mirip dengan sistem kerja partai. Sehingga tidak berlebihan ketika Weber mengungkapkan bahwa birokrasi adalah sebagai alat kekuasaan bagi mereka yang menguasainya. Pendapat Weber ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Marx bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya.

Merujuk pada pandangan Weber dan Marx diatas, maka lalu birokrasi itu sendiri kemudian akan dijadikan sebagai alat kekuasaan bagi mereka yang menguasainya. Alasan menjadikan birokrasi sebagai alat kekuasaan bagi mereka yang menguasainya tentu menjadi alasan yang logis. Dimana selama ini dalam sistem pemerintahan, yang paling dekat dengan masyarakat sebagai pemilih (voter) adalah birokrasi.  Kedekatan birokrasi dengan publik ini diamini oleh Etzioni bahwa selama ini yang bersentuhan langsung dengan masyarakat banyak adalah birokrasi. Dan kerja-kerja birokrasi selama ini adalah diperuntukan buat publik sehingga birokrasilah yang paling dekat dengan masyarakat pemilih sekaligus memenangkan hati para pemilih. Sejalan dengan Etzioni, Hegel mengungkapkan bahwa birokrasi sebagai suatu jembatan yang menghubungkan antara negara (pemerintah) dengan masyarakatnya. Kedekatan ini kemudian membuat birokrat memiliki akses yang bagus kepada masyarakat pemilih, kedekatan-kedekatan ini yang kemudian  dimanfaatkan oleh para calon dalam memperebutkan posisi kepala daerah.

Untuk menghindari masuknya birokrasi dalam sistem politik, maka pemerintah membuat peraturan dimana dalam sistem politik kita menerapkan faktor netralitas birokrasi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung. Netralitas birokrasi ini telah diatur dalam surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (SK KPU) No. 35 Tahun 2004. Dalam surat keputusan tersebut melarang bagi setiap pejabat negara untuk membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon yang didasarkan pada pengaduan yang signifikan dan didukung bukti selama masa kampanye. Aturan tentang netralitas birokrasi ini kemudian ditegaskan juga dalam UU No, 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, yang kemudian ditindak lanjuti dengan ancaman pemberian sanksi bagi para pegawai yang yang terlibat dalam kampanye sebagaimana yang tertuang dalam surat edaran MENPAN No. SE/04/M.PAN/03/2004. Adanya aturan yang melarang birokrasi untuk terlibat dalam politik bersifat mengikat yang harus dipatuhi oleh siapapun. Walaupun aturan-aturan yang mengharuskan sikap nertalitas birokrasi dalam proses pemilihan kepala daerah tapi peluang dilanggarnya aturan itu sangat besar. Peluang dilanggarnya aturan tersebut tidak bisa ditahan ketika niat dalam pemilihan kepala daerah didominasi oleh kepentingan hanya sekedar mengejar kekuasaan itu sendiri dan bukan didasari oleh adanya niat yang luhur untuk benar-benar melakukan pembangunan yang bisa memajukan masyarakat.

Dalam pendekatan transformasi ekonomi terhadap politikpun  tidak membiarkan proses politik dalam pemilihan berjalan tanpa proses-proses pertukaran sebagaimana metode pertukaran dalam ekonomi. Pelaku-pelaku dalam proses pertukan suara pada pasar politik paling efektif dilakukan oleh birokrasi. Proses pertukaran tersebut menjadi sangat efektif dilakukan oleh birokrasi karena selama ini barang-barang publik sebagai alat transaksi politik dalam mendapatkan suara pemilih disiapkan oleh para birokrat. Dimana barang-barang publik seperti Bangunan sekolah, rumah sakit, jalan, dan lain sebagainya merupakat alat transaksi politik yang cukup efektif dalam membeli suara para pemilih. Artinya dalam pandangan ini uang bukanlah alat transaksi politik sebagaimana dalam proses ekonomi murni. Kemampuan birokrasi dalam menyediakan barang-barang publik yang benar-benar nilai manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat tentu akan membuat masyarakat untuk mendengarkan keinginan birokrat. Mekanisme pertukaran semacam ini adalah hal yang cukup rasional dalam sistem politik, jadi ketika publik menjatuhkan pilihan mereka terhadap calon tertentu adalah pilihan rasional buat masyarakat pemilih.

Selain masalah kedekatan antara birokrat dengan masyarakat pemilih, ketiadaan mekanisme perekrutan jabatan dalam birokrasi membuat para birokrat berusaha untuk memberikan bantuan politiknya kepada calon tertentu dalam memperebutkan jubah ritual kekuasaan. Karena hanya dengan cara seperti ini mereka juga bisa mempertahankan maupun merebut posisi-posisi elit dalam sistem birokrasi. Walaupun para birokrat tidak berusaha untuk merebut posisi elit dalam birokrasi tapi mereka akan tertarik untuk ikut dalam permainan politik karena seringkali posisi dalam birokrat ditentukan oleh hasil bargaining partai pendukung dalam proses pemilihan kepala daerah. Sehingga jabatan elit birokrasi bukan lagi pemberian penguasa melalui prosedur yang bijaksana dengan melihat kemampuan dan kecakapan, tapi jabatan-jabatan tersebut merupakan hasil kompromi politis yang sudah tergadaikan sebelumnya kepada para partai pengusung calon dalam pemilihan. Ketika permainan seperti ini yang terjadi maka birokrat tidak akan nyaman dalam menjalankan rutinitasnya karena mereka diintervensi oleh kekuatan politik yang menempatkan mereka pada posisi elit dalam birokrasi. Model intervensi semacam ini yang kemudian dikhawatirkan oleh Etzioni kalau akan menyebabkan sistem demokrasi tidak berjalan.

Dalam sistem birokrasi saat ini memang lemah dari sisi aturan, walaupun disatu sisi birokrasi dilarang berpolitik namun pada sisi lain untuk mendapatkan jabatan dalam sistem birokrasi tidak terlepas dari bantuan yang diberikan kepada para penguasa yang berhasil menduduki jabatan. Jabatan dalam sistem birokrasi bukan jabatan yang didapatkan karena dipilih sebagaimana jabatan politik yang lain seperti kepala daerah, legislatif dan lain sebagainya. Tapi jabatan dalam birokrasi adalah jabatan yang ditunjuk, sehingga mereka akan ditunjuk dan dipercayakan menduduki posisi tertentu dalam birokrasi ketika ada bantuan mereka kepada penguasa terpilih, baik dukungan materi maupun dukungan dalam politik. Pada titik ini akses birokrasi akan terlibat dalam proses politik praktis karena ketiadaan aturan dan mekanisme dalam perekrutan jabatan dalam sistem birokrasi yang ada saat ini.

Kekuatan politik dalam mempengaruhi mekanisme dalam birokrasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Persoalan campurtangan politik dalam sistem birokrasi bukan hal baru, bahkan sebelumnya sudah terjadi perdebatan tentang hal ini dimana ada argumen yang mengharuskan adanya dikotomi antara politik dan birokrasi. Proses dikotomi ini tidak akan pernah terjadi, mengingat jabatan kekuasaan diperoleh melalui mekanisme politik karena yang menunjuk dan menentukan posisi dalam birokrasi ditentukan oleh sistem politik. Ketika mekanisme politik memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan mengangkat posisi dalam birokrasi maka dengan sendirinya sistem birokrasi itu sendiri tunduk pada keinginan politik. Dalam hal ini politik dengan sendirinya masuk dan mengepalai sistem birokrasi.


Malang, 13 Mei 2012

Selasa, 01 Mei 2012

Perjuangan Kaum Buruh


Marx dengan teorinya tentang ekonomi politik menjadi seorang idiolog ketika partai buruh terbesar dunia dizamannya meminta Marx untuk merancang program khusus untuk mereka. Kondisi ini kemudian menjadikan pemikiran Marx menjadi ideologi perjuangan kaum buruh dunia. Menurut Marx, sejarah kehidupan manusia ditentukan oleh materi yang kemudian muncul apa yang disebut hak milik atas tanah sebagai modal dalam hidup. Pada ranah ini materi merupakan alat tukar dan modal berupa tanah kemudian memunculkan kelas-kelas dalam masyarakat yaitu kelas proletar dan kaum borjuis. Dalam perjalanannya kelas borjuis berganti karakter menjadi kelas kapitalis dengan munculnya revolusi industri, dimana pada tahap kapitalisme ini modal yang dahulu berupa tanah, bibit, dan alatpertanian berganti dengan pabrik, dan mesin-mesin. Sejak itu berkuasalah kaum kapitalis di dunia sebaliknya kaum proletar ganti karakter dari buruh tani menjadi buruh pabrik yang hakekatnya sama-sama tertindas oleh kaum kapitalis.

Selama ini kaum buruh selalu ditempatkan pada posisi yang sangat dirugikan. Mereka hanya menerima setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh atasan dimana mereka bekerja. Suara mereka tidak pernah didengar, keinginan untuk hidup layak seolah tabuh buat mereka. Penindasan terhadap kaum buruh telah berlangsung cukup lama. Sejak munculnya sistem kapitalisme bukannya memberikan jalan keluar bagi selesainya eksploitasi kaum buruh, malah sistem kapitalis menjadi nutrisi bagi maraknya eksploitasi kaum buruh. Penindasan yang dilakukan oleh pemilik modal terhadap kaum buruh kemudian menjadi bara perlawanan kaum buruh sendiri terhadap tuan mereka. Penindasan terhadap kaum buruh ini tidak hanya terjadi di beberapa negara saja, tetapi bentuk penindasan terhadap kaum buruh terjadi di hampir semua negara.  

Banyak pejuang kaum buruh yang kemudian bangkit melawan panindasan dan eksploitasi yang telah berlangsung berabad-abad ini. Kisah perjuangan kaum buruh di indonesia mencatat nama Marsinah sebagai pejuang buruh yang sangat menggemparkan. Marsinah menjadi pejuang kaum buruh yang disegani, bahkan sepak terjangnya memperjuangkan kaum buruh pada upaya pencapaian kesejahteraan nasib kaum buruh mengantarkannya pada kematian yang hingga saat ini kematian Marsinah masih menyimpan sebuah tanda tanya besar. Kematian marsinah tidak menghentikan perjuangan kaum buruh dalam menuntut hak mereka untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Kematian Marsinah menjadi api yang membara didalam dada kaum buruh untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka. Karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya maka perjuangan kaum buruh untuk memperoleh hak-hak mereka adalah hal yang wajar ketika perjuangan itu menjadi pilihan mereka.

Perjuangan kaum buruh tidak akan berhenti dalam menuntut hak mereka tidak akan berlangsung mulus. Mereka dihadapkan oleh perlawanan terselubung para pemilik modal yang mengokohkan proses eksploitasi dan penghisapan atas kaum buruh. Para pemilik modal dalam melakukan perjuangan mereka, mereka berusaha melegalkan proses eksploitasi mereka dengan melakukan intervensi maupun melakukan proses jual beli pasal. Dengan melakukan kongkalingkong dengan para pembuat regulasi, proses penghisapan kaum pemodal terhadap kaum buruh menjadi legal karena dukungan regulasi. Proses kongkalingkong seperti ini yang tidak diramalkan oleh Marx, sehingga ramalannya yang melihat bahwa proses kapitalisme akan hancur dengan sendirinya menjadi gugur karena kelangsungan sistem kapitalisme hingga saat ini adalah kemampuan sistem kapitalisme untuk berubah seiring kemajuan zaman seperti yang diungkapkan oleh Lenin bahwa kapitalisme sangat luwes dan pintar, bisa berkelit dengan sukses mencegah kebangkrutannya. Selanjutnya Lenin melahirkan teori imperialism yaitu konsep penjajahan yang dilakukan negara –negara kapitalis terhadap negara-negara berkembang. Kapitalis tidak bangkrut karena ia melakukan imprealisme (neokolonialisme) ke negara berkembang hingga memberikan keuntungan baginya berupa, perluasan dan penciptaan pasar baru, memperoleh sumber bahan mentah baru dan murah, memperoleh buruh dengan pembayaran upah murah, dan memindahkan konflik buruh kapitalis ke daerah-daerah jajahan.

Ketika sebuah rezim sudah tidak peduli dan tidak lagi memperjuangkan nasib kaum buruh, maka nasib kaum buruh harus diperjuangkan oleh mereka. Keputusan berada ditangan kaum buruh sendiri, apakah mereka akan merebut kesejahteraan dan keadilan mereka sendiri dari cengkeraman kaum kapitalis ataukah diam dalam keterpasungan atas penindasan yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Berdiam diri dan tunduk menjadi budak kaum kapitalis tidak akan membuat nasib kaum buruh menjadi lebih baik. Sejatinya kaum buruh harus terus memperjuangkan nasibnya agar setara dengan kehidupan manusia lainnya. Untuk itu kaum buruh harus bangkit memperjuangkan pemerdekaan kaum buruh dari penindasan kaum kapitalis. Selamat hari Buruh Internasional.... 


Malang, 01 Mei 2012

Rentaro Taki, Jenius Muda Yang Tidak Pernah Mati



Dalam persoalan seni musik kita hanya mendengarkan sesuatu yang dianggap enjoy untuk sekedar dinikmati tanpa memahami makna dalam setiap apa yang didengarkan. Ini adalah kesalahan yang paling sering dilakukan oleh siapapun, karena ketidak mampuan dalam memahami pesan yang disampaikan dalam musik akan memudarkan kesan dari musik itu sendiri. Seorang musisi hebat tidak pernah menciptakan untaian notasi balok yang memukau tanpa melakukan penelusuran panjang kisah-kisah yang kelak akan mewarnai setiap notasi pada baris bar musik yang mereka ingin ciptakan.


Rentaro Taki dalam menciptakan lagu kojo no tsuki tidak serta merta nada yang ia hasilkan keluar begitu saja tanpa ada sentilan kisah yang melatar belakangi tatanan nada yang ia ciptakan. Lagu yang ia tetaskan pada baris bar notasi musik sangat di inspirasi oleh reruntuhan kastil Okajyo. Kepedihan Rentar dalam melihat puing-puing kastil Okajyo telah benar-benar membangkitkan ruang seni dalam dirinya yang kemudian mencoba mengubah puing-puing kastil Okajyo menjadi bait lagu yang sangat mempengaruhi masyarakat Jepang.


Walaupun karya yang lahir dari Rentaro tidak sebanyak yang dilahirkan oleh kitaro tapi Rentaro telah mewariskan sebuah lagu yang tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat jepang. Meskipun Rentaro Taki meninggal pada usia muda 24 tahun, tapi ia meninggalkan salah satu lagu yang paling dicintai oleh masyarakat Jepang Begitu berpengaruhnya lagu ini hingga dizaman perjuangan, untuk menghibur dan membangkitkan semangat tentara jepang, para pembesar militer saat itu sering kali menyewa artis papan atas jepang dizamannya hanya untuk menyanyikan karya Rentaro.


Secara umum lagu ini mengisahkan tentang kondisi dimana Kastil Okajyo sebelum menjadi reruntuhan. Tapi dalam lagu ini menggambarkan suasana kesibukan dalam kastil Okajyo yang sangat berkesan. Dimana kesannya begitu melekat saat aktifitas dalam kastil disandingkan dengan suasana malam dimusim semi. Rentaro menggambarkan dengan jernih hingga pesta bunga yang diadakan pada menara tidak luput dalam syair lagunya. Tidak hanya kegiatan pesta dalam kastil yang dikisahkan dengan jelas tapi saat bulan yang merangkak dari atas pinus tua. Gambaran-gambaran ini kemudian ditransmutasikan oleh Rentaro dengan zaman dimana ia berada. Yang kemudian dalam syairnya mempertanyakan tentang kebahagiaan masa lalu yang telah sirna, “tapi sekarang dimanakah kecerahan hari lampau”.


Kecerahan masa silam yang digambarkan oleh Rentaro memudar oleh sinar bulan yang memacar dari setiap pedang yang terhunus. Pertikaian dalam kastil yang digambarkan oleh rentaro telah mewariskan kisah, dan kastil Okajyo telah membuat sejarahnya sendiri. Dalam lantunan nada ¼ yang dibuat oleh Rentaro, kisah kehidupan masa silam dalam kastil Okajyo tetap hidup dalam hati masyarakat Jepang hingga saat ini. Rentaro sang jenius muda tidak akan pernah mati, tapi dia akan terus hidup dalam melodi ingatan setiap orang Jepang...



Malang, 27 Maret 2012