Selamat Datang

Mencoba Melukis Makna Dalam Deretan Aksara

Minggu, 05 Februari 2012

Mewaspadai Ekonomi Politik Sumber Daya Alam Menjelang Pilgub Sultra 2012


Indonesia merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam sebagaimana yang dilaporkan oleh Bank Dunia pada tahun 2005 yang lalu. Bank Dunia mempublikasikan total kekayaan negara-negara di dunia berdasarkan tiga klasifikasi yaitu: modal alam, modal ciptaan, dan modal yang tidak tampak. Penjumlahan dari ketiga modal tersebut menghasilkan kekayaan total (apabila dibagi dengan jumlah penduduk), untuk negara ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ketiga dimana Indonesia hanya dikalahkan oleh Malaysia dan Thailan. Penilaian dari Bank Dunia tersebut Indonesia memiliki kekayaan senilai US$ 3.472. Angka ini tentu sebuah angka yang fantastis, angkah yang jauh jika dibandingkan nilai yang dimiliki oleh Negara Singapura dan Filipina.

Namun seringkali kekayaan alam yang dimiliki tidak terkelola dengan baik sehingga harapan kesejahteraan tidak tercapai. Sampai saat ini belum ada satu negarapun yang bisa dijadikan sebagai teladan dimana kekayaan alam yang dimiliki benar-benar bisa membawa kesejahteraan. Belanda merupakan salah satu contoh dimana kekayaan alam yang dimiliki bukannya menjadi berkah tapi justeru menjadi kutukan yang kemudian muncul sebuah istilah Dutch Disease (penyakit Belanda). Belanda sebagai daerah yang kaya akan sumber daya migas bukannya membawa Belanda menjadi Negara yang makmur, justeru sumber daya yang mereka miliki menjadikan negara Belanda semakin terpuruk. Banyak negara didunia dengan kekayaan alam yang sangat  luar biasa namun kekayaan alam tersebut malah menjerumuskan jauh lebih dalam negara tersebut kedalam jurang kemiskinan.

Gambar by Berita Kendari.com

Kekayaan alam Negara Indonesia tersebar diseluruh Nusantara, tidak terkecuali Propinsi Sulawesi Tenggara. Kekayaan alam strategis di bidang pertambangan, di Propinsi Sulawesi Tenggara antara lain nikel dengan deposit sekitar 97,4 miliar ton dengan nilai produksi sekitar Rp 23 ribu triliun. Selain itu, terdapat tambang aspal di Pulau Buton yang memiliki deposit sekitar 3,8 mliar ton dengan nilai produksi sekitar Rp 1,841 triliun. Provinsi Sultra,  juga memiliki kandungan emas yang diperkirakan depositnya sekitar 1,125 juta ton dengan nilai produksi Rp 277 ribu triliun (inilah.com, download 7 Desember 2011). Angka ini tentu merupakan angka yang membuat kita merasa kagum. Perut Sultra yang dibuntingi oleh Kekayaan sumber daya alam yang terkandung dalamnya, yang mencapai nilai sebanyak 303 ribu triliun ini tentu merupakan sebuah berkah, namun ini membutuhkan pengelolaan yang baik agar benar-benar bisa mendatangkan berkah bagi masyarakat Sultra.

Menjelang pemilihan Gubernur Sultra tentu kita harus mewaspadai kekayaan sumber daya alam yang ada, karena seringkali kekayaan alam yang ada digadaikan oleh calon tertentu kepada para pengusaha. Proses gadai menggadai ini bisa terwujud ketika calon tertentu yang ikut dalam proses pemilu kada hanya sekedar mengejar kekuasaan itu sendiri bukannya bagaimana mewujudkan kepentingan luhur yang kelak dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat sebagai dampak dari proses kekuasaan yang berpihak pada masyarakat. Aktor yang hanya sekedar mengejar kekuasaan tentu melihat kekuasaan itu sebagai otoritas untuk memaksakan ketundukan pihak lain, bukannya melihat otoritas kekuasaan itu sebagai sebuah tindakan untuk menentukan cara bertindak yang baik dan benar.

Dalam setiap pilkada keterlibatan pihak swasta sangat besar, dimana mereka selalu menjadi konslutan politik, yang mendanai calon-calon tertentu. Calon tertentu sebagai peserta dalam pemilihan kepala daerah tidak bisa menampikan kekuatan financial dalam proses pemenangan pertarungan kepala daerah. Dan pihak swasta sebagai pemilik modal sangat memahami situasi seperti ini. Tentu proses pendanaan ini tidak berlangsung sesederhana itu karena pihak swasta sebagai konsultan politik menginginkan sesuatu dibalik bantuan yang mereka berikan. Sebagai pelaku pasar yang berorientasi pada profit maka calon tertentu yang berhasil memenangkan pemilihan karena sokongan dana dari pihak swasta maka sebagai imbalan maka pemerintah sebagai perusahaan produksi regulasi harus membuat regulasi yang menguntungkan pihak swasta termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Jika proses gadai menggadai kekayaan alam dalam proses pemilihan kepala daerah benar terjadi maka sudah barang tentu adalah sesuatu hal yang tabuh bagi masyarakat untuk memimpikan kesejahteraan. Karena calon yang memenangkan pertarungan karena dukungan pihak swasta, yang ada dalam pikiran mereka adalah dengan cara bagaimana memberikan keuntungan kepada pihak swasta sebagai balas jasa atas perbuatan baik mereka dan masyarakat hanyalah menjadi masyarakat kelas dua dalam proses pelayanan.

Keberhasilan seseoranga menduduki jabatan kepala Daerah melalui mekanisme Pilkada tidak jarang mendorong seseorang untuk melakukan penetrasi dan eksploitasi pada sumber daya alam, dalam rangka mengembalikan beraneka biaya yang telah dikeluarkannya selama proses Pilkada. Usaha pengembalian aneka biaya ini kemudian mengarahkan kepala daerah terpilih untuk menggerus kekayaan alam secara serampangan. Untuk mempermudah cara penambangan biasanya dibangun aliansi yang korporatis untuk melipat gandakan pendapatan atas setiap aktifitas yang dilakukan, dimana birokrat menyediakan perijinan, plitisi memberikan legalitas selama penambangan. Untuk mendapatkan kekuatan masyarakat biasanya dibentuk LSM maupun menyewa LSM yang tunduk dalam kendali aliansi korporatis ini sehingga dalam mengaudit biasanya LSM ini melakukan secara serampangan atas kondisi alam yang sebenarnya. Aliansi korporatis ini dilakukan demi kebebasan swasta dalam menyetubuhi semua sektor yang memungkinkan mereka dalam upaya memaksimalisasi capital mereka.

Dalam hal penguasaan sumber daya alam ini, seringkali pihak swasta menggunakan tangan/kuasa negara/pemerintah maupun menempatkan negara sebagai predatornya dalam mewujudkan keinginan mereka. Penggunaan kekuasaan negara untuk memaksakan ketundukan pihak lain adalah suatu yang tidak dapat dielakan dalam kehidupan modern. Swasta sebagai pelaku ekonomi selalu memanfaatkan situasi dalam pertarungan memperebutkan posisi kepala daerah sebagai akses untuk memenuhi syahwat ekonomi mereka. Perebutan posisi kepala daerah adalah celah nikmat bagi pihak swasta untuk membentuk relasi kepentingan dengan calon tertentu dalam perebutan jubah ritual kekuasaan. Dimana kekuasaan ini kemudian menjadi alat yang paling ampuh bagi pihak swasta untuk menundukan pihak lain. Ketundukan pihak lain adalah kebebasan mereka untuk mengeruk keuntungan ekonomi dalam memperbesar modal financial mereka.

Dalam usahanya memperbesar modal financial ini pihak swasta menggerus sumber daya alam tanpa memperhitungkan kondisi lingkungan yang ada. Kerusakan lingkungan menjadi hal yang tidak terelakan dalam penjarahan sumber daya alam dan yang menanggung beban dalam pengerusan sumber daya alam tersebut sering kali ditanggung oleh masyarakat yang berada disekitar areal eksploitasi sumber daya alam, dimana mereka selalu dibiarkan hidup melarat, mereka dijajah dari balik lubang-lubang tambang. Negara tidak bisa berbuat apa-apa, negara malah dijadikan oleh pihak swasta sebagai predator yang memangsa rakyat sendiri demi membela investasi pihak swasta.

Yang menjadi tugas semua elemen masyarakat, NGO, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, politisi maupun pemerintah Sultra saat ini adalah menjaga bagaimana menghentikan dan menjaga perilaku buruk para pemburu rente ekonomi yang memanfaatkan momen pemilihan kepala daerah sebagai pentas untuk memaksimalisasi kepentingan finansial mereka. Karena wujud dari perilaku buruk para pemburu rente ekonomi ini adalah korupsi, kolusi, konflik politik dan ketimpangan, kelembagaan ekonomi yang rapuh, aktifitas inovasi dan kewirausahaan macet, serta pengambil kebijakan lebih memilih transfer sumber daya alam ketimbang memodernisasi ekonomi daerah.


Malang, 5 Februari 2012